|
|
|
|
![]() |
Waraney, ujung tombak suku di Minahasa #DaftarSB19 Tanggal 12 Feb 2019 oleh rendra pratama. |
WARANEY - Ujung tombak suku minahasa
Waraney dalah Prajurit perang pemberani dari bangsa Malesung (Orang Minahasa) yang tidak pernah mundur dalam setiap peperangan yang terjadi di zaman kolonial maupun sebelum zaman kolonial. Sebelum jadinya kolonial Belanda, Waraney merupakan tentara bangsa Malesung yang menjadi uejung tombak di setiap suku di Minahasa dalam melawan segala sesuatu yang dapat mengancam bangsa Malesung baik itu berupa binatang buas maupun manusia.
Empat suku besar Minahasa yaitu Tontemboan, Tonsea, Tolour dan Tombulu akan menyiapkan para Waraney untuk selalu siaga dalam menjaga daerahnya masing-masing dengan mengadakan pelatihan kepada pemuda pemudi mereka untuk dijadikan penerus dalam menjaga daerahnya masing-masing. Di zaman itu para calon Waraney disebut SAWANG yang artinya calon Waraney seorang laki-laki maupun perempuan yang masih dalam pelatihan PAPENDANGAN (Sekolah Untuk Waraney) mereka akan dilatih para orang tua mereka dan pemimpin suku mereka masing-masing untuk menjadi prajurit yang gagah, pemberani dan kuat di medan tempur. Jadi artinya semua yang sudah melewati pelatihan dan sudah siap bertempur untuk sukunya disebut Waraney dan khusus para perempuan disebut INA WARANEY yang artinya prajurit pemberani wanita.
Tugas seorang Waraney bukan sajalah sebagai seorang perajurit untuk berperang karena mereka akan siap untuk menjadi perajurit perang dimana daerah mereka akan terancam oleh marabahaya dari luar maupun dari dalam. Jadi Waraney yang dimaksudkan adalah dia sebagai seorang yang dapat melindungi suku, menafkahi keluarga, memimpin suku dan menjaga tradisi dari para leluhur Minahasa. Jadi Waraney disaat itu ialah mereka para pemburu, petani, ahli seni, ahli bangunan, nelayan, ahli pengobatan, dan ahli perang.
Dalam perjalanan waktu masuk dalam kolonial Belanda, para Waraney tetap kokoh menjaga setiap prinsip dasar mereka walaupun beberapa daerah mulai pudar dengan mengandalkan prajurit Waraney dikarenakan Belanda telah membangun sistem pemerintahan dimana dalam peperangan para Waraney sudah jarang dilibatkan karena Belanda telah membentuk tentara pemerintah untuk keamanan daerah-daerah di Minahasa, tetapi makna dan semangat Waraney selalu tumbuh dalam perjuangan setiap orang Minahasa dimana mereka selalu tetap memegang teguh tradisi warisan para leluhur bangsa Malesung. Ketika agama Kristen sudah diterima oleh orang Minahasa nama Waraney sudah mulai redup akibat banyak pertentangan dalam tradisi ritual kuno aliran Bangsa Malesung. Makna perjuangan para Waraney di bawa terus oleh KAWASARAN yaitu tarian perang bangsa malesung yang di jadikan tradisi untuk selalu mengingatkan para keturunan bangsa malesung bahwa setiap peperangan itu sama dengan setiap ucapan perintah seorang Kawasaran dalam setiap kalimat yang diucapkannya dan langkah-langkah dari seorang pemain tarian Kawasaran adalah gambaran dimana para pejuang Waraney bertempur melayang bagaikan burung dilangit.
Para Waraney dalam setiap peperangan melawan musuh mereka, selalu menunggu tanda dari Burung MANGUNI yang mempunyai arti Mengamati, Burung ini sangat berperan dalam Bangsa malesung, karena para leluhur bangsa Malesung menjadikan burung Manguni ini sangat sakral dikarenakan kepercayaan bangsa Malesung bahwa manguni adalah burung penuntun leluhur bangsa Malesung hingga tiba ditanah Minahasa seperti yang di Janjikan oleh OPO EMPUNG WANGKO kepada bangsa malesung yang artinya adalah Tuhan yang Maha Besar juga sura dari burung Manguni dipercayah bawah suara tersebut adalah perpanjangan dari Opo Empung atau disebut KOKO NI MAMARIMBING. Burung manguni sangat melekat dengan bangsa Minahasa sehinggah ketika bangsa Minahasa menerima ajaran Kristen Protestant burung ini dijadikan lambang organisasi gereja di Minahasa yang saat ini adalah GMIM (Gereja Masehi Injil Minahasa).
Jadi makna dari Waraney di era saat ini, dimana Bangsa Malesung atau Tanah Minahasa yang saat ini telah menjadi bagian dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) adalah suatu arti bahwa kita keturunan bangsa Malesung harus selalu menjaga tanah Minahasa agar selalu tentram dan damai, dimana para Waraney era ini di tuntut untuk rajin bekerja, membangun daerah, berjuang untuk anak cucu kita dan melestarikan adat budaya warisan leluhur dengan benar untuk kesenjangan kehidupan Bangsa Malesung atau sebutan Era ini Orang Minahasa/Manado, apabilah Waraney di Era ini di Artikan sebagai seorang yang arogan, sombong, suka berkelahi, pemaki, rasis, alkoholik dan hal2 buruk lainnya itu bukanlah seorang Waraney melainkan para perusak nama baik dari Waraney.
Saat ini di Minahasa melahirkan banyak Organisasi Adat yang menggunakan nama Waraney sehingga banyak orang mulai ingin tahu tentang Waraney, ada yang hanya melihat dari segi luar sehingga mengartikan Waraney adalah sosok yang arogansi yang siap menentang siapa saja yang ingin menjadi lawan dan ada juga yang mempelajarinya tetapi tidak mengerti makna Waraney itu sebenarnya sehingga mereka hanya memandang dari segi spiritual yang membuat diri mereka lupa waktu dan dengan tidak sadar mereka melakukan penyelewengan budaya. Jadi dalam beberapa Organisasi adat sudah mulai melakukan pelurusan arti dari Waraney sebenarnya dengan melakukan hal-hal yang positif dalam setiap kegiatan sosialnya sesuai dengan makna sebenarnya dari Waraney juga saat memberikan konsolidasi pemahaman dari Waraney. Dengan lahirnya para pemuda pemudi yang ingin mempertahankan nama baik Waraney selalu hidup, maka mereka membuat suatu lambang burung Manguni yang saat ini sering digunakan pada organisasi adat Minahasa ataupun kelompok dan komunitas adat lainnya.
Lambang burung manguni di atas ini mempunyai arti mulai dari sirip sayapnya pada kanan dan kiri semua berjumlah 9 (sembilan) jadi kanan dan kiri menjadi 2×9 (Dua Kali Sembilan) yang artinya MAKARUA SIOUW yang terdiri dari TONAAS dan WALIAN. Di dada burung terdiri dari 21 (Duapuluh Satu) sirip sama dengan 3×7 (Tiga Kali Tujuh) yang artinya MAKATELUPITU terdiri dari para TIMANI, TETERUSAN dan seluruh jajarannya atau disebut para WARANEY yang melindungi Jantung Burung. Maka gabungan seluruh sirip di sayap dan ekor adalah 9x9x9 (Sembilan Kali Sembilan Kali Sembilan) yang artinya PASIOWAN TELU terdiri dari para Petani, Pemburu dan Nelayan. Untuk matanya yang besar dan merah ialah mengawasi segalah sesuatu dalam siang dan malam. Dan yang terakhir adalah tulisan pekikan ” I YAYAT U SANTI” dalam cengkaraman burung Manguni mempunyai pengertian memerangi segala yang jahat ( Kezaliman dan Kelaliman ).
Jadi Burung Manguni ini melambangkan kekuatan para Waraney dalam menjaga tanah Minahasa, yang saat ini ditempati oleh 9 Suku Minahasa yaitu Tontemboan, Tonsea, Tolour, Tombulu, Tonsawang, Panosakan, Pasan, Babontehu dan Bantik.
Waraney mempunyai suatu Misi dan Visi yaitu:
“Esa Kita Peleng…! Esa Woan Pawetengan Kumihit Un Posan. Taan Kita Peleng Esa…! Maesa Wian Untep…! Maasa Masaru Se Kaseke Wana Ng’Kesot…!”
artinya ;
“Satu Kita Semua…! Satu Lalu Dipisahkan Tempat Karena Kebaktian Agama/Ajaran. Tapi Kita Semua Satu…! Satu Dibagian Dalam…! Bersatu Menghadap Musuh Dari Luar…!
Sumber :
![]() |
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
![]() |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
![]() |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
![]() |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |