×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

permainan tradisional

Elemen Budaya

Permainan Tradisional

Provinsi

Sulawesi Selatan

Asal Daerah

Makassar

Permainan Marraga

Tanggal 26 Apr 2016 oleh Ressy vemialita.

Marraga berasal dari kata Bugis, sedangkan orang Makassar, sering menyebut permainan ini dengan akraga (olah raga). Marraga termasuk jenis permainan yang memadukan unsur olah raga dan seni. Permainan ini memerlukan kecekatan, ketangkasan dan kelincahan. Permainan yang berasal dari Malaka ini, konon hanya dilakukan oleh para bangsawan Bugis saat diadakannya upacara-upacara resmi kerajaan seperti, pelantikan raja dan perkawinan anggota kerajaan. Versi yang lain menyebutkan bahwa permainan ini berasal dari Pulau Nias (Sumatera Utara). Dewasa ini marraga bukan hanya dimainkan oleh para bangsawan, tetapi juga oleh orang kebanyakan.
 
Pemain
Marraga umumnya dimainkan oleh pria, baik remaja maupun dewasa. Dalam satu permainan jumlah pemainnya 5--15 orang.
 
Tempat dan Peralatan Permainan
Permainan ini dilakukan pada sebidang tanah datar yang permukaannya dibuat lingkaran dengan garis tengah minimal 6 meter. Peralatan yang digunakan adalah raga, yaitu sejenis bola yang terbuat dari rotan yang dibelah-belah, diraut halus kemudian dianyam. Alat ini umumnya berdiameter 15 cm. Adakalanya gendang dipergunakan untuk mengiringi jalannya permainan.
 
Aturan dan Proses Permainan
Peraturan permainan marraga dapat dikatakan sederhana, yaitu pemain (jika menerima raga dari pemain lain) harus melambungkan raga tersebut agar jangan sampai terjatuh sebelum dioperkan pada pemain lainnya. Cara melambungkan raga adalah dengan menggunakan kaki, tangan, bahu, dada, dan anggota tubuh lainnya, tetapi tidak boleh di pegang. Tinggi dan rendahnya lambungan raga ada yang dapat mencapai 3 meter dari permukaan tanah secara tegak lurus (sempak sarring/anrong sempak); ada yang sedikit melampaui kepala (sepak biasa); dan ada yang di bawah pusar (sempak caddi). Hal itu bergantung keinginan dan keahlian pemain. Orang yang dianggap mahir (niak sempakna atau niak belona), selain dapat mempertahankan raga agar tidak jatuh ke tanah, juga dapat melambungkan raga sesuai dengan persyaratan permainan (bajiki anrong sempakna), yaitu:
(1) pintar mengambil raga, disiplin dan mampu menghidupkan suasana bermain (caraddeki anggalle raga); dan
(2) sepakannya bervariasi dan sulit ditiru oleh pemain lainnya (jai sempak masagalana).
 
Sebelum permainan dimulai, para pemain berdiri membentuk lingkaran. Salah seorang pemain (termahir) memegang raga kemudian melambungkannya. Pemain yang posisinya pas dengan jatuhnya raga, maka dia yang harus memulai permainan. Selanjutnya, raga dioperkan pada pemain lain dalam lingkaran tersebut, demikianlah seterusnya secara bergiliran. Sebagai catatan, seorang pemain tidak boleh memonopoli permainan dan menyerobot kesempatan bermain pemain lain. Dalam hal ini berlaku asas pemerataan kesempatan bagi para pemain untuk menunjukkan keahliannya masing-masing. Pertandingan dianggap selesai jika bola jatuh ke tanah. Pemain yang menjatuhkannya dapat dikeluarkan sebelum permainan dimulai kembali seperti semula.
 
Nilai Budaya
Nilai yang terkandung dalam permainan marraga adalah kerja keras, kerja sama, kecermatan, demokrasi dan sportivitas. Nilai kerja keras dan kerja sama tercermin dari usaha para pemain untuk menjaga dengan berbagai macam cara agar raga tidak jatuh ke tanah. Nilai kecermatan tercermin dari usaha para pemain untuk melambungkan atau menyepak raga ke sasaran yang dituju, sehigga raga tidak keluar dari arena permainan. Nilai demokrasi tercermin dari tidak adanya pemonopolian atau penyerobotan kesempatan pemain lain. Jadi, para pemain diberi kesempatan untuk menunjukkan keahliannya. Dan, nilai sportivitas tercermin dari pemain yang dengan lapang dada keluar arena karena menjatuhkan raga ke tanah.
 
 
 
Sumber:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1980. Permainan Rakyat Suku Bugis Makasar di Sulawesi Selatan. Ujung Pandang: Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.

DISKUSI


TERBARU


Wisma Muhammadi...

Oleh Bernadetta Alice Caroline | 07 Jun 2025.
Cagar Budaya

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Slema...

SMP Negeri 1 Be...

Oleh Bernadetta Alice Caroline | 07 Jun 2025.
Cagar Budaya

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur...

Pabrik Gula Ran...

Oleh Bernadetta Alice Caroline | 07 Jun 2025.
Cagar Budaya

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai c...

Kompleks Panti...

Oleh Bernadetta Alice Caroline | 07 Jun 2025.
Cagar Budaya

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan be...

Jembatan Plunyo...

Oleh Bernadetta Alice Caroline | 06 Jun 2025.
Wisata Alam

Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola K...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...