×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Prasasti

Elemen Budaya

Naskah Kuno dan Prasasti

Provinsi

Jawa Timur

Asal Daerah

Kepung, Kediri

Prasasti Harinjing

Tanggal 17 Aug 2018 oleh OSKM18_16018117_NATALIA DEVITA PURNAMA.

PRASASTI HARINJING

 

Peristiwa sejarah yang tertulis dalam Prasasti Harinjing terdiri dari tiga masa pemerintahan raja Kerajaan Medang (Mataram Kuno) yang masih berpusat di Jawa bagian Tengah. Prasasti Harinjing A berasal dari tanggal 25 Maret 804 Masehi, menceritakan tentang seorang tokoh pendeta agung (Bhagawanta) bernama Bari yang membuat tanggul beserta sungai di Harinjing dengan mendatangkan beberapa tokoh pejabat sebagai saksi. Tahun tersebut merupakan masa pemerintahan Rakai Warak Dyah Wanara yang naik tahta Kerajaan Medang (Mataram Kuno) tahun 803 Masehi (Atmojo, 1985:78). Prasasti Harinjing B berasal dari tanggal 19 September 921 Masehi, menceritakan dikuatkannya kembali status sima (perdikan) milik Bhagawanta Bari oleh Raja Rakai Layang Dyah Tulodong serta diberikan kepada para anak keturunan Bhagawanta Bari. Prasasti Harinjing C berasal dari tanggal 7 Maret 927 Masehi, menceritakan agar prasasti sebagai surat keputusan raja yang sah dan diduga ketika itu masih ditulis pada rontal (ripta prasasti) atau lempengan logam (tamra prasasti) agar ditulis pada sebuah batu. Tahun 921 dan 297 Masehi merupakan masa pemerintahan Rakai Layang Dyah Tulodong di Kerajaan Má¸Âang (Mataram Kuno) (sekitar 919-927 Masehi). Berdasarkan keterangan dalam Prasasti Harinjing C dapat diketahui bahwa batu tulis Prasasti Harinjing yang saat ini menjadi koleksi Museum Nasional-Jakarta ditulis pada tanggal 7 Maret 927 Masehi.

Kisah Bhagawanta Bari yang diceritakan dalam Prasasti Hariñjing A merupakan perilaku yang patut untuk dijadikan teladan dalam kehidupan masa dewasa ini. Sang Bhagawanta Bari membangun tanggul beserta sungai di Hariñjing merupakan suatu upaya untuk menanggulangi bencana banjir. Manfaat dari peristiwa pembangunan tanggul beserta sungai di Hariñjing untuk masyarakat di sekitarnya yaitu mempermudah mendapatkan air untuk keperluan irigasi persawahan dan perkebunan, sehingga dapat meningkatkan hasil bumi yang melimpah. Sikap seperti ini relevan dengan Nilai Peduli Lingkungan dalam Konsep Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, yaitu tindakan yang selalu berupaya untuk mencegah kerusakan lingkungan alam serta memperbaiki kerusakan tersebut. Selain itu peristiwa tersebut juga berkaitan dengan Nilai Peduli Sosial, yaitu sikap serta tindakan yang selalu memberikan bantuan kepada orang lain yang membutuhkan. Selanjutnya kisah Bhagawanta Bari seperti diceritakan dalam Prasasti Hariñjing A, yaitu mengundang para saksi serta mengadakan acara pesta makan dan minum dengan nikmat untuk memperingati selesainya pembuatan tanggul beserta sungai serta sikap para raja yang menghargai jasa Sang Bhagawanta Bari relevan dengan Nilai Menghargai Prestasi, yaitu tindakan yang mendorong seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat serta mengakui dan menghormati keberhasilan karya orang lain. Sikap Bhagawanta Bari yang membangun bangunan suci (dharma) di sekitar Sungai Hariñjing yang nantinya diperkuat kembali oleh keturunannya, sangat relevan dengan Nilai Religius, yaitu perilaku yang patuh melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain (Hasan dkk, 2010:9-10).

Dari kisah Sang Bhagawanta Bari terdapat pelajaran moral yang sangat berharga, yaitu “perbuatan baik seseorang akan selalu dikenang sepanjang masa”. Selanjutnya yang mendapatkan manfaat dari perbuatan baik tersebut tidak hanya sang tokoh semata, melainkan sampai turun para keturunannya. Hal ini terbukti dari kisah Sang Bhagawanta Bari yang mendapatkan anugerah sima (bebas pajak) dalam Prasasti Hariñjing A yang kemudian dapat dinikmati oleh anak keturunannya seperti yang diceritakan dalam Prasasti Hariñjing B dan C. Nilai-nilai budaya seperti ini sangat penting untuk diwariskan kepada generasi muda masa dewasa ini. Oleh karena itulah penting untuk mengajak generasi muda mempelajari sejarah. Menurut Widja (1988:55) sejarah merupakan sumber kekuatan untuk menggerakkan sebuah usaha, semakin menyadari nilai-nilai sejarah maka akan memiliki kekuatan untuk menumbuhkan sifat, watak, dan kemampuan yang diinginkan.

Sebenarnya masih banyak kisah-kisah tokoh yang dapat dijadikan teladan dan tertulis dalam prasasti yang ditemukan di daerah Kediri. Salah satunya yang terdapat dalam Prasasti Ckêr yang berasal dari daerah Kecamatan Mojo-Kabupaten Kediri dari tahun 1107 Saka (11 September 1185 Masehi) (lihat foto 02). Prasasti tersebut dikeluarkan oleh Paduka Sri Maharaja Sri Kameswara Triwikramawatara Aniwaryyawiryya Parakrama Digjayotunggadewanama. Prasasti tersebut dahulu pernah dinyatakan hilang (Atmojo, 1985:72). Namun setelah ada penelitian dari Pusat Penelitian Arkologi Nasional dan EFEO dibantu Komunitas PASAK dan Kojakun Sutasoma yang mengadakan kegiatan abklatsch prasasti koleksi Museum Airlangga Kota Kediri tahun 2012, ternyata Prasasti Ckêr selama ini tersimpan di Museum Airlangga Kota Kediri. Prasasti itu berisi tentang kisah masyarakat Ckêr (duwan i Ckêr) datang menghadap raja dan memberitahukan bahwa pernah menerima anugerah dari raja yang memerintah sebelumnya. Mereka meminta prasasti tersebut diminta untuk dikuatkan atau ditulis pada sebuah batu. Selanjutnya juga diceritakan tentang kisah Sri Maharaja yang kembali ke kedudukannya di Bhumi Kadiri (mantuk ri sÄ«manira ring BhÅ«mi Kadiri), sehingga memunculkan dugaan bahwa peristiwa tersebut berkaitan dengan adanya serangan musuh sehingga sang raja harus meninggalkan istananya (Hardiati dkk, 2010:292). Sikap yang dilakukan oleh penduduk Ckêr tersebut relevan dengan Nilai Cinta Tanah Air dalam Konsep Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.

 

#NirmalaPembangunBangsa

#OSKMITB2018

#BudayakanMengarsipBudaya

DISKUSI


TERBARU


Tradisi MAKA

Oleh Aji_permana | 28 Jun 2025.
Tradisi

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa...

Wisma Muhammadi...

Oleh Bernadetta Alice Caroline | 07 Jun 2025.
Cagar Budaya

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Slema...

SMP Negeri 1 Be...

Oleh Bernadetta Alice Caroline | 07 Jun 2025.
Cagar Budaya

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur...

Pabrik Gula Ran...

Oleh Bernadetta Alice Caroline | 07 Jun 2025.
Cagar Budaya

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai c...

Kompleks Panti...

Oleh Bernadetta Alice Caroline | 07 Jun 2025.
Cagar Budaya

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan be...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...